Pembelajaran Akidah Akhlak sebagai
bagian mata pelajaran integral dalam Pendidikan Agama Islam adalah salah satu
mata pelajaran yang menekankan pembentukan watak dan kepribadian peserta didik.
Meskipun demikian, pendidikan Akidah Akhlak bukan satu-satunya monitor dalam
mengontrol watak dan kepribadian tersebut.
Dalam makalah ini dijabarkan
sedikit banyak tentang pengertian, hakikat, tujuan, dan karakteristik mata
pelajaran Akidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah. Hal ini bertujuan khususnya
bagi pendidik atau calon pendidik untuk mengetahui gambaran tentang mata
pelajaran Akidah Akhlak. makalah ini disusun dengan tujuan sebagai bekal guru
Madrasah Ibtidaiyah dalam membina anak didiknya menjadi generasi muslim yang
berwatak karimah.
PENDAHULUAN
A.
Pengantar
Sejak ditetapkannya peraturan Keputusan Menteri Agama
Republik Indonesia Nomor 117 tahun 2014 tentang Implementasi Kurikulum 2013 di
Madrasah, Akidah Akhlak menjadi salah satu mata pelajaran yang termasuk dalam
rumpun Pendidikan Agama Islam. Penekanan mata pelajaran Akidah Akhlak yang
terfokus pada penggalian pemahaman dan implementasi tentang akhlak dan perilaku
peserta didik, membuat mata pelajaran Akidah Akhlak dianggap penting dalam membentuk
karakter peserta didik. hal ini sesuai dengan tujuan yang tercantum Undang-undang
Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003.
Makalah ini disusun sebagai acuan dasar dan gambaran
mengenai mata pelajaran Akidah Akhlak. Dalam makalah ini, dibahas mengenai
pengertian Akidah Akhlak, hakikat dan tujuan Akidah Akhlak, serta karakteristik
mata pelajaran Akidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah.
B.
Latar
Belakang
Abad 20 merupakan abad perubahan besar-besaran dalam
berbagai aspek. Bidang Pendidikan, sosial, budaya, dan teknologi diantaranya
adalah beberapa aspek yang memberikan andil perubahan dalam hal ini. Pendidikan
khususnya terkait bidang karakter sedang menjadi perbincangan yang hangat.
Sebagaimana pepatah, ”Indonesia tidak kekurangan orang pintar, tapi
kekurangan orang baik”. Inilah yang menjadi masalah kita bangsa Indonesia.
Pendidikan Agama Islam merupakan solusi yang tepat
dalam mengarahkan peserta didik ke dalam suasana harmoni yang dicita-citakan
bangsa Indonesia. Pendidikan Agama Islam (PAI) sebagai sarana proteksi dalam
memilah dan menyeleksi masuknya budaya asing terutama di era modern ini. Namun
sebagai mata pelajaran yang terintegrasi ke banyak bidang, pendidikan Akidah
Akhlak merupakan satu-satunya mata pelajaran PAI yang cocok dalam mewadahi
masalah karakter yang dibutuhkan Indonesia.
C.
Rumusan
Masalah
1. Apa pengertian mata pelajaran
Akidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah?
2. Bagaimana
hakikat dan tujuan mata pelajaran Akidah
Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah?
3. Bagaimana karakteristik
mata pelajaran Akidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah?
D.
Kerangka
Teori
Akidah Akhlak merupakan mata pelajaran rumpun Pendidikan
Agama Islam yang diajarkan di madrasah Ibtidaiyah. Secara bahasa pengertian Akidah
Akhlak dijabarkan melalui dua kata, yakni akidah dan akhlak. Akidah secara umum
membahas tentang ketauhidan seseorang dan pengakuan ketaqwaan seseorang
terhadap Tuhannya. Sedangkan Akhlak dapat disimpulkan sebagai perilaku manusia
yang berfungsi sebagai sarana berinteraksi sosial dengan sesamanya.
Adapun hakikat dan tujuan mata pelajaran Akidah Akhlak
secara garis besar adalah sebagai pedoman tertulis dan penerapan dalam
berperilaku sesuai ajaran Islam.
Karakteristik mata pelajaran Akidah Akhlak adalah
penekanan pada pembiasaan Akhlaqul Karimah dan menjauhi segala sifat Akhlaqul
Madzmumah.
PEMBAHASAN HASIL KAJIAN
- Pengertian
Mata Pelajaran
Akidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah
Mata pelajaran Akidah
Akhlak merupakan salah satu dari empat mata pelajaran dalam rumpun Pendidikan
Agama Islam. Ketiga mata pelajaran lain dalam rumpun tersebut yang diajarkan di
Madrasah Ibtidaiyah adalah mata pelajaran Al-Qur’an Hadis, Fikih dan Sejarah
Kebudayaan Islam. Keempat mata pelajaran tersebut termasuk dalam mata pelajaran
yang ditetapkan oleh menteri Agama Republik Indonesia, Luqman Hakim Syaifudin
dalam KEPMEN No. 117 tahun 2014.[1]
Akidah merupakan akar
atau pokok agama. Syariah/fikih (ibadah, muamalah) dan akhlak bertitik tolak
dari akidah, yakni sebagai manifestasi dan konsekuensi dari keimanan dan
keyakinan hidup. Akidah membahas hubungan spesifik antara manusia dengan
dirinya sendiri, dan manusia dengan Tuannya. Berbeda dengan akhlak yang merupakan
aspek sikap hidup atau kepribadian hidup manusia. Akhlak mengatur hubungan
manusia dengan manusia, manusia dengan Tuhannya, dan manusia dengan sesamanya
maupun dengan alam. Hal ini menjadi acuan manusia itu sendiri sebagai sikap
hidup dan kepribadian manusia dalam mengorganisir dan mengatur jalan
kehidupannya dalam berbagai bidang kehidupan yang meliputi beberapa aspek,
diantaranya aspek pendidikan, sosial kemasyarakatan, politik, kekeluargaan,
kebudayaan dan seni, ilmu pengetahuan dan teknologi, olahraga dan kesehatan,
dan segala yang lainnya yang didasari oleh pondasi akidah yang kokoh.[2]
Akidah Akhlak berasal
dari 2 kata, yaitu akidah dan akhlak. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia kata Akidah berarti kepercayaan dasar atau keyakinan pokok,
sedangkan Akhlak berarti budi pekerti atau kelakuan. Sedangkan secara
etimologi bahasa Arab, kata Aqidah berawal dari kata ‘aqada-yu’qidu-‘aqidatan
yang berarti menghubungkan ujung sesuatu dengan ujung sesuatu yang lainnya
sehingga menjadi suatu ikatan yang kuat dan sulit dibuka. Secara istilah Akidah
Akhlak berarti suatu pembahasan menyangkut persoalan kepercayaan dasar dan budi
pekerti manusia. Dr. Khalimi, dalam bukunya Pembelajaran Akidah Akhlak
menyampaikan tentang pengertian Akidah Akhlak secara istilah yaitu pernyataan
diri mengikatkan jiwa untuk mempercayai bahwa Allah saja yang berhak dipatuhi,
diikuti, dengan melaksanakan segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya
dengan berpedoman hidup kepada al-Qur’an dan sunah Rasul.[3]
Selanjutnya Syamduddin
Yahya secara terminologi, akidah dimaknai sebagai pokok dasar dan amal sebagai
cabang-cabangnya.[4] Sedangkan Thoha dkk
mengungkapkan bahwa akidah yang berasal dari kata jamak aqoid bermakna
kepercayaan, yakni hal-hal yang diyakini oleh orang-orang muslim. Orang Islam menetapkan
kebenarannya sesuai tuntunan al-Qur’an dan hadis nabi Muhammad SAW. Mahrus
menambahkan terminologi makna akidah sebagai pengikat, dan secara jamak
dimaknai sebagai simpulan. Jadi secara sederhana makna akidah adalah sesuatu
yang tersimpul dalam hati seseorang. Selanjutnya Ash-Shiddieqy menegaskan bahwa
‘aqidah adalah sesuatu yang dipegang teguh dan terhujam kuat di dalam
lubuk dan tidak dapat beralih padanya. Pada jaman Rasulullah aqidah bukanlah
sebuah disiplin ilmu, meski demikian tidak terjadi paham-paham perbedaan karena
beliau akan secara langsung menerangkan. Kata “akidah” seiring
perkembangan waktu sejenis dengan kata tauhid dan kalam. Begitu juga dalam
kontes keilmuan, ilmu akidah sejajar dengan ilmu tauhid dan ilmu kalam.
Menurut cendekiawan Islam
Harun Nasution, sesungguhnya agama Islam adalah akidah, yang sama dengan Tauhid
yaitu sebagai ilmu yang membahas tentang cara-cara mengesakan Allah atau
ushuluddin yaitu ilmu yang membahas soal dasar-dasar agama, atau ilmu kalam
yang mempelajari firman Allah dalam al-Qur’an. Adapun maksud Akidah, yakni
setiap perkara yang dibenarkan oleh jiwa dan dengan hati menjadi tentram serta
menjadi keyakinan bagi pemeluknya, tidak ada keraguan dan kebimbangan bagi
pemeluknya.[5]
Akidah dipahami sebagai
ilmu yang membahas dan mempelajari tentang hal-hal yang berkaitan dengan
keyakinan orang Islam tentang sifat-sifat dan kekuatan Allah swt. Mahrus
mengungkapkan bahwa akidah atau tauhid adalah ilmu yang mengkaji persoalan
tentang keesaan dan eksistensi Allah berikut unsur yang tercakup di dalamnya
suatu kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa.[6]
Thoha, dkk mengungkapkan
terkait makna kata kedua yakni akhlak bahwa kata akhlak berasal dari bahasa
Arab, jamak khuluqun yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku
atau tabiat. Kata mufrodatnya (dasarnya) ialah ‘khuluq’ yang berarti al-sajiyah
(perangai), ath-thabi’ah (tabiat), al-‘adat (kebiasaan,
kelaziman) dan al-muru’ah (adab yang baik). Kata akhlak mengandung makna
yang berseiringan dengan kata khalqun yang berarti kejadian. Kata itu
juga berhubungan erat dengan kata Khaliq yang berarti pencipta. Demikian
pula dengan kata makhluqun, yang artinya yang diciptakan. Kesimpulannya,
perumusan pemaknaan kata akhlak dimaksudkan dengan hubungan yang timbul antara
sang Pencipta (khaliq) degan makhluknya, atau makhluk dengan sesamanya.
Oleh karenanya perbuatan manusia yang dianggap sebagai manifestasi akhlak yaitu
jika:
1. Perbuatan itu diulang
beberapa kali dalam bentuk yang sama dan akhirnya menjadi sebuah kebiasaaan;
dan
2. Perbuatan-perbuatan itu
dilakukan karena didorong oleh emosi-emosi jiwanya bukan karena tekanan dari
luar.
Sehingga disimpulkan makna dari Akhlak
yaitu kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena
kebiasaan, tanpa memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu. Akhlak adalah
perbuatan yang dengannya muncul secara tiba-tiba dan otomatis merespon kejadian
secara natural.[7]
Selanjutnya, Aziz
mengungkapkan pemaknaan akhlak adalah sebagai proyeksi hidup manusia dalam
mencerminkan peranan sifat-sifat Allah sebagai ‘abdillah untuk mengemban
amanah sang Khaliq atau memerankan sifat-sifat khaliq yang ada dalam diri
setiap makhluk, yang dapat menciptakan segala sesuatu dari diri manusia.[8]
Dengan demikian akhlak menjadi ciri khas pribadi seseorang secara otomatis yang
muncul dari hati bukan dari dorongan apalagi paksaan.
Ibnu Qoyyim al-Jauziyah
menyebutkan beberapa definisi akhlak di dalam bukunya Madarisus Saalikin antara
lain akhlak yang baik adalah berderma, tidak menyakiti orang lain dan tangguh menghadapi
penderitaan. Pendapat lain menyebutkan bahwa akhlak yang baik adalah berbuat
kebaikan dan menahan diri dari keburukan. Ada lagi yang mengatakan, “membuang
sifat-sifat yang hina dan menghiasinya dengan sifat-sifat mulia”. Selanjutnya,
Imam Ibnu Qudamah menyebutkan bahwa akhlak merupakan ungkapan tentang kondisi
jiwa, yang begitu mudah menghasilkan perbuatan tanpa membutuhan pemikiran dan
pertimbangan, jika perbuatan itu baik maka disebut akhlak yang baik, dan jika
ia buruk maka disebut akhlak yang buruk.
Sementara itu pendidikan Akidah
Akhlak sebagai salah satu mata pelajaran di madrasah atau sekolah-sekolah yang
menjadi salah satu jalan sebagai usaha sadar dan terencana untuk menyiapkan
siswa didiknya dalam memahami ajaran Islam terutama aspek akidah (tauhid) dan
akhlak, terampil melakukan ajaran Islam, dan melakukan ajaran Islam dalam
kehidupan sehari-hari sehingga mencerminkan ajaran Islam yang Rahmatan lil
‘alamin.
- Hakikat dan Tujuan Mata Pelajaran Akidah Akhlak di Madrasah
Ibtidaiyah
Mata pelajaran Akidah Akhlak atau bisa disebut
pendidikan Akidah Akhlak merupakan pendidikan yang bertujuan untuk
menghantarkan peserta didiknya dalam memahami dan kedepannya mampu mengamalkan
ajaran dalam mengesakan Tuhan (tauhid) dan ketrampilan dalam berperilaku
(akhlak). Ketrampilan tersebut diharapkan mampu diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari sebagai tameng dalam bersosialisasi dengan masyarakat sehingga
menjadi pedoman dalam berkehidupan sesuai ajaran Islam yang Rahmatan lil
‘alamin.[9]
Keberhasilan pendidikan Akidah Akhlak tidak hanya
ditinjau dari kesiapan siswa dan guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar.
Keberhasilan yang dimaksud selain itu adalah adanya keterpaduan pembelajaran
agama dari segi tujuan pembelajaran, keterpaduan materi, dan keterpaduan
proses. Berikut dijabarkan tentang makna keterpaduan dalam mata pelajaran Akidah
Akhlak sebagai mata pelajaran dalam Pendidikan Agama Islam sebagai berikut:
1. Keterpaduan Tujuan adalah
pencapaian tujuan pembelajaran Akidah Akhlak sesuai tujuan pendidikan. Dalam
hal ini pihak yang bertanggungjawab dalam mewujudkannya adalah semua pemangku
kepentingan pendidikan (stakeholders), yaitu pemerintah, kepala sekolah, guru,
wali murid, dan masyarakat.
2. Keterpaduan Materi ialah
bahwa materi dalam pendidikan Akidah Akhlak memiliki keterkaitan dengan mata
pelajaran yang lain. Pengikat tujuan keterpaduan adalah kesamaan dalam tujuan
pendidikan, diantaranya beriman dan bertaqwa.
3. Keterpaduan Proses adalah
keselarasan kegiatan belajar mengajar dengan tujuan pembelajaran. Pendidikan
Agama Islam khususnya mata pelajaran Akidah Akhlak sangat menekankan tujuan
pembelajaran agar siswa memiliki jiwa yang beriman dan bertaqwa.
Hakikat mata pelajaran Akidah
Akhlak adalah salah satunya sebagai upaya realisasi tujuan pendidikan nasional.
Dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tujuan pendidikan nasional adalah untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggungjawab, serta berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa dan negara.
Akidah Akhlak diharapkan
mampu menjaga jiwa-jiwa mulia generasi muda Indonesia dalam bertindak dan
berperilaku sehingga kedepannya akan mudah dalam merealisasikan apa yang
menjadi tujuan nasional pendidikan.
Kualitas sumber daya
manusia merupakan sasaran pendidikan yang nantinya akan menjadi transfer ilmu
selanjutnya terhadap generasi mendatang. Para pendidik, merupakan bagian dari
teladan hidup yang melukiskan cerminan individu mencaku aspek gaya hidup,
kepercayaan, kesadaran beragama dan harapan, penuh nilai dan motivasi,
pemikiran, perasaan, budi pekerti, persepsi, tabiat, watak, dan sikap akan
menghadirkan energi positif di masyarakat. Proses kepribadian tersebut tetap
diperlukan dalam rangka membentuk sikap perilaku anak didik yang mencakup
watak, sifat fisik, kognitif, emosi, sosial dan rohani seseorang. 3 ciri sifat
dan keribadian agama yang mesti ditanamkan kepada anak didik adalah:[10]
1. Sifat Ruhaniah dan
Akidah, mencakup:
a. Keimanan yang kokoh
terhadap Allah yang Maha Esa,
b. Keyakinan yang kuat dalam
memahami dan mengamalkan ajaran Islam, dan
c. Keperayaan terhadap rukun
Iman (keimanan).
2. Sifat-Sifat Akhlak
a. Benar, jujur, menepati janji,
dan amanah. Empat sifat ini merupakan sifat yang diajarkan nabi Muhammad, dan
juga sebagai sifat yang wajib dimiliki oleh para nabi dan rasul,
b. Ikhlas dalam perkataan
dan perbuatan,
c. Tawadhu’, sabar, tabah,
dan arif,
d. Rendah hati, pemaaf dan
toleransi,
e. Bersikap ramah, pemurah,
zuhud, dan berani bertindak.
3. Sifat mental, kejiwaan
dan jasmani, meliputi:
a. Sikap Mental meliputi:
1) Cerdas, pintar, menguasai
spesialisasi,
2) Mencintai bidang yang
aqliah, fasih, dan bijak,
3) Mengenali ciri, watak,
dan kecenderungan masyarakat.
b. Sifat Kejiwaan,
1) Emosi terkendali, optimis
hidup, tawakkal,
2) Percaya diri dan
mempunyai kemampuan yang kuat,
3) Lemah lembut, baik dalam
pergaulan dengan masyarakat,
c. Sifat Fisik
1) Mencakup sehat tubuh,
2) Pembawaan menarik,
bersih,
3) Rapi, dan menyejukkan.
Pembahasan mata pelajaran
Akidah Akhlak juga menerangkan tentang sikap pendidik agar berkelakuan yang
baik, penyabar, disiplin dan adil dalam menerapkan aturan/ tata tertib. Seorang
pendidik yang baik, dapat mewujudan delapan tanggungjawab dalam kehidupannya:
1. Tanggungjawab terhadap
Allah, dengan keyakinan iman dan ibadah yang istiqomah, beramal sholeh dengan
khusyuk dalam mencapai derajat taqwa dan mengagungkan syiar Islam dengan
perilaku beradat dan beradab.
2. Tanggungjawab terhadap
Diri Sendiri, yakni mengupayakan keselamatan diri sendiri baik aspek fisik,
emosional, mental, maupun moral, bersih dan mampu berkhidmah kepada Allah,
masyarakat dan negara.
3. Tanggungjawab terhadap
Ilmu, menguasai ilmu secara mendalam dan menelusuri dimensi spiritualitas Islam
dalam berbagai lapangan ilmu pengetahuan untuk tujuan kemanusiaan dan
kesejahteraan umat manusia.
4. Tanggungjawab terhadap
Profesi, tidak bertingkah menghilangkan kepercayaan orang ramai dan dapat memelihara
maruah dengan amanah.
5. Tanggungjawab terhadap
Negara, mengutamakan kesejahteraan anak bangsa dan mengfungsikan
lembaga-lembaga pendidikan formal dan non formal dengan ikhlas.
6. Tanggungjawab terhadap
Umat, menghindari perpecahan dan berusaha sepenuh hati mengedepankan
kebersamaan sosial karena Allah.
7. Tanggungjawab terhadap
Masyarakat dan Negara, tidak mengabaikan kepentingan masyarakat atau negara dan
selalu menjaga ajaran-ajaran Allah dan Rasulnya.
8. Tanggungjawab terhadap
Rumah Tangga dan Ibu Bapak, dengan menghormati tanggungjawab utama ibu bapak
dengan mewujudkan hubungan harmonis dan kerjasama yang erat diantara institusi
pendidikan dengan rumah tangga.
Pendidikan Akidah Akhlak
merupakan pengintegrasian pembelajaran akhlak dan tauhid dalam kehidupan
peserta didik. Pemetaan pelaksanaannya harus mensinergikan kekuatan dilapangan
pendidikan dengan kesepakatan-kesepakatan pelaksanaan. Pengukuran kualitas
pengajaran Akidah Akhlak dapat dilihat dari segi ketrampilan dalam menampilkan
dan mengekspresikan materi dalam kehidupan sehari-hari. Maksudnya peserta didik
dapat dibuktikan sikap dan sifatnya secara nyata sesuai yang diajarkan dalam
pembelajaran.
Mengingat pentingnya
pengajaran pendidikan tersebut, Akidah Akhlak memiliki beberapa tujuan dalam
pembelajarannya, yaitu:
1. Tahu, Mengetahui (knowing).
Dalam hal ini guru/ pendidik bertugas untuk memberikan pemahaman atau
pengetahuan kepada peserta didik tentang suatu konsep. Cara yang paling mudah
dalam mengajarkan konsep aqidah ataupun akhlak manusia adalah dengan
menyampaikan kisah-kisah tokoh teladan, seperti sejarah Rasulullah SAW sebagai
suri tauladannya umat manusia. Guru memberikan beberapa contoh kisah yang
berkaitan dengan konsep akidah dan akhlak manusia secara mendalam sehingga dapat
diresapi dan dipahami oleh peserta didik. setelah diberikan konsep, guru perlu
mengukur kemampuan peserta didik dalam memahaminya dengan teknik dan cara
tertentu, misal dengan memberikan soal tertulis maupun dengan pengisian
kuisioner akhlak.
2. Terampil melaksanakan
atau mengerjakan yang ia ketahui itu (doing). Dalam hal Akidah Akhlak
peserta didik juga perlu mempelajarinya secara nyata dengan melihat realitas
kehidupan sekarang. Hal semacam ini bertujuan untuk memberikan benteng
pertahanan dan bahan dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya kejadian
menyimpang sehingga peserta didik mampu menanganinya. Misal dengan berbekal
pengetahuan nyata tentang akhlak seseorang yang baik dan kehidupannya
dimudahkan Allah, maka ia akan dengan mudah mencontoh apa yang dia amati.
3. Melaksanakan yang ia
ketahui itu. Konsep pendidikan Akidah Akhlak yang telah ditanamkan, hendaknya
dilaksanakan secara kontinue dan perlahan. Dalam hal ini guru perlu memantau
perkembangan peserta didik dengan mengajak diskusi bersama atau sekedar
pemantauan tindakan dalam kelas.
Selain itu beberapa tujuan pendidikan Akidah Akhlak menurut hasil
pembelajarannya, berdasarkan Standar Kompetensi kelompok Mata Pelajaran untuk
satuan pendidikan mata pelajaran Akidah Akhlak SD/MI/SDLB/Paket A maka tujuan
pembelajaran Akidah Akhlak adalah:
1.
Siswa mampu menjalankan ajaran
agama yang dianut sesuai tahap perkembangannya,
2.
Siswa mampu menunjukkan sikap jujur
dan adil,
3.
Siswa mampu mengenal keberagaman
agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial-ekonomi dilingkungan sekitarnya,
4.
Siswa mampu berkomunikasi secara
santun yang mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai mahkluk Tuhan,
5.
Siswa mampu menunjukkan kebiasaan
hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang sesuai dengan
tuntunan agamanya,
6.
Siswa mampu menunjukkan kecintaan
dan kepedulian terhadap sesama manusia dan lingkungan sebagai mahkluk ciptaan
Tuhan.[11]
Djasuri menambahkan bahwa tujuan pembelajaran Akidah Akhlak adalah
agar setiap siswa dapat memahami dengan baik antara baik dan buruknya suatu
perbuatan dan mampu mengamalkannya sesuai ajaran Islam dan dapat berakhlak
sesuai yang ada dalam ajaran. Secara operasional, tujuan pembelajaran yang
diungkapkan Djasuri dapat dijabarkan sebagai berikut: pertama,
menumbuhkan kebiasaan berakhlak mulia dan beradat kebiasaan yang baik; kedua,
memantabkan rasa keagamaan pada siswa dengan membiasakan diri berpegang pada
akhlak mulia dan menjauhi akhlak yang buruk; ketiga, membiasakan siswa
pada kebiasaan sikap rela, optimis, percaya diri, menguasai emosi, tahan
menderita dan sabar; keempat, membiasakan siswa bersikap sehat untuk
membantu berinteraksi sosial dengan baik, mencintai kebaikan orang lain, suka
menolong, sayang kepada yang lemah dan menghargai orang lain; kelima,
membiasakan siswa bersopan santun dalam berbicara dan bergaul baik di sekolah
maupun di luar sekolah; dan keenam, selalu tekun beribadah dan
mendekatkan diri kepada Allah dan bermuamalah yang baik.
Secara subtansial, dalam
PERMENAG No. 912 tahun 2013, mata pelajaran Akidah Akhlak memiliki tujuan
sebagai berikut:
1. Menumbuhkembangkan akidah
melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, dan penghayatan,
pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang akidah Islam
sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketaqwaannya
kepada Allah SWT;
2. Mewujudkan manusia
Indonesia yang berakhlak mulia dan menghindari akhlak tercela dalam kehidupan
sehari-hari, baik dalam kehidupan individu maupun sosial sebagai manifestasi
sebagai ajaran dan nilai-nilai akidah Islam.[12]
- Karakteristik Mata Pelajaran Akidah
Akhlak Di Madrasah Ibtidaiyah
Dalam Permenag No. 912 tahun 2013, Akidak Akhlak merupakan salah
satu mata pelajaran yang memiliki karakteristik tentang penekanan pada
kemampuan seseorang dalam memahami keimanan dan keyakinan Islam sehingga
memiliki keyakinan yang kokoh dan mampu mempertahankan keyakinan keimanannya serta menghayati dan
mengamalkan nilai-nilai al-Asma al-Husna. Akhlak menekankan pada
pembiasaan untuk menerapkan dan menghiasi diri dengan akhlak terpuji (mahmudah)
dan menjauhi serta menghindari diri dari akhlak tercela (madzmumah)
dalam kehidupan sehari-hari.
Karakteristik lain untuk mata pelajaran Pendidikan Agama Islam
termasuk Akidah Akhlak menurut Nasih dan Kolidah ada 6, yaitu:
1. PAI mempunyai dua sisi
kandungan, yakni sisi keyakinan yang merupakan wahyu ilahi dan sunah Rasul. Hal
ini berkaitan dengan segala sesuatu yang berada diluar jangkauan akal budi
manusia untuk memahami dan mengetahui hakikat kehidupan manusia. Sisi kedua
yakni berkaitan dengan pengetahuan yang berisikan hal-hal yang dapat
diinderakan dan dinalar oleh jangkauan otak manusia.sisi pertama penekanan pada
kehidupan akhirat, dan penekanan sisi kedua pada kehidupan duniawi.
2. PAI bersifat doktrinal,
sentral, dan tidak memihak. Ia mengikuti garis-garis yang jelas dan pasti,
tidiak dapat ditolak maupun ditawar. Ada keharusan untuk berpegang pada ajaran
yang selama hayat dikandung badan. Bahkan manusia tidak hanya diberi jaminan
kebahagiaan jika berbuat kebaikan, malinkan diancam apabila manusia mengingkari
ajaran dan melanggarnya.
3. PAI merupakan pembentuk
akhlak yang menekankan pada pembentukan hati nurani dan penanaman sifat-sifat
ilahiyah yang jelas dan pasti. Penanaman akhlak tidak sebatas hubungan manusia
dengan sesamanya, tapi juga diatur tentang hubungan manusia dengan Tuhannya,
dan hubungan manusia dengan lingkungan dan alamnya.
4. PAI bersifat fungsional
dan sepanjang hayat. Semakin bertambah umur, maka orang semakin merasa perlu
dan butuh terhadap agamanya. Hal ini karena kehidupan masa manusia yang
terbatas. Semakin seseorang dekat dengan ajalnya, maka semakin tinggi
kebutuhannya terhadap agama.
5. PAI diarahkan sebagai
bekal untuk menyempurnakan keagamaan siswa yang telah ditanam sejak dari rumah.
Akhlak seorang anak sudah terbentuk sejak dia berada dilingkungan utamanya,
yaitu keluarga. Setelah dibawa ke sekolah, tentu akhlak setiap peserta didik
berbeda-beda. Hal ini yang perlu menjadi perhatian oleh guru terlebih apabila
ada siswa yang memiliki akhlak yang kurang baik dan berakibat menularkan atau
memberi contoh terhadap eman yang lain. Guru sebgai pengendali akhlak dan sikap
siswa dilingkungan sekolah harus pandai dalam mengorganisir dan mengarahkan
anak didiknya agar berakhlakul karimah.
6. PAI tidak dapat diberikan
secara parsial melainkan secara komprehensif dan holistik pada setiap level
pendidikan disesuaikan dengan tingkat berpikir. Hal ini terkait dengan sifat
pengajaran agama yang berfungsi sebagai tuntunan hidup, maka ia harus mampu
memenuhi kebutuhan siswa untuk dapat menjalani kehidupan agamanya dengan baik.
Dalam lampiran peraturan
Menteri Agama No. 8 tahun 2008 tentang standar isi dan standar kompetensi
lulusan Pendidikan Agama Islam (PAI) dan bahasa arab di Madrasah Ibtidaiyah
bahwa Pendidikan Agama Islam di madrasah Ibtidaiyah terdiri atas empat mata
pelajaran yaitu al-Qur’an Hadis, Akidah Akhlak, Fikih dan Sejarah Kebudayaan Islam,
memiliki karakter sendiri-sendiri.
Mata pelajaran Akidah
Akhlak memiliki karakter dari dua sisi, pertama aspek akidah menekankan
pada kemampuan memahami dan mempertahankan keyakinan atau keimanan yang benar
serta menghayati dan mengamalkan al-asma’ al-husna. Kedua, Aspek akhlak
menekankan pada pembiasaan untuk melaksanakan akhlak terpuji dan menjauhi
akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari.
[1] Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia
Nomor 117 tahun 2014 adalah tentang Implementasi Kurikulum 2013 di Madrasah.
[2] Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia
nomor 912 tahun 2013 tentang Kurikulum
Madrasah 213 tentang kurikulum Madrasah 2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama
Islam dan Bahasa Arab.
[3]
Dr. Khalimi, Pembelajaran Akidah dan Akhlak,
(Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2009), hlm.
51
[4] Andi Prastowo, Pembelajaran
Konstruktivis-Scientific untuk Pendidikan Agama di Sekolah, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2015), hlm. 155
[5]
Dr. Khalimi, Pembelajaran Akidah dan Akhlak,
(Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2009), hlm.
123
[7] Andi Prastowo, Pembelajaran
Konstruktivis-Scientific untuk Pendidikan Agama di Sekolah, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2015), hlm. 157
[8] Hamka Abdul Aziz, Pendidikan Karakter
Berpusat pada Hati (Jakarta Selatan, Al-Mawardi Prima, 2011), hlm. 204
[9] Dr. Khalimi, Pembelajaran Akidah dan
Akhlak, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI,
2009), hlm. 51
[10] Dr. Khalimi, Pembelajaran Akidah dan
Akhlak, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI,
2009), hlm. 53
[11] Andi Prastowo, Pembelajaran
Konstruktivis-Scientific untuk Pendidikan Agama di Sekolah, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2015), hlm. 159
[12] Peraturan Kementerian Agama RI No. 912 tahun
2013 tentang Kurikulum Madrasah 2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan
Bahasa Arab
keren banget... makasii banyak
BalasHapus