Senin, 06 Maret 2017

PENGERTIAN, HAKIKAT DAN TUJUAN, DAN KARAKTERISTIK MATA PELAJARAN AKIDAH AKHLAK DI MADRASAH IBTIDAIYAH

Pembelajaran Akidah Akhlak sebagai bagian mata pelajaran integral dalam Pendidikan Agama Islam adalah salah satu mata pelajaran yang menekankan pembentukan watak dan kepribadian peserta didik. Meskipun demikian, pendidikan Akidah Akhlak bukan satu-satunya monitor dalam mengontrol watak dan kepribadian tersebut.

Dalam makalah ini dijabarkan sedikit banyak tentang pengertian, hakikat, tujuan, dan karakteristik mata pelajaran Akidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah. Hal ini bertujuan khususnya bagi pendidik atau calon pendidik untuk mengetahui gambaran tentang mata pelajaran Akidah Akhlak. makalah ini disusun dengan tujuan sebagai bekal guru Madrasah Ibtidaiyah dalam membina anak didiknya menjadi generasi muslim yang berwatak karimah.

PENDAHULUAN
A.    Pengantar
Sejak ditetapkannya peraturan Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 117 tahun 2014 tentang Implementasi Kurikulum 2013 di Madrasah, Akidah Akhlak menjadi salah satu mata pelajaran yang termasuk dalam rumpun Pendidikan Agama Islam. Penekanan mata pelajaran Akidah Akhlak yang terfokus pada penggalian pemahaman dan implementasi tentang akhlak dan perilaku peserta didik, membuat mata pelajaran Akidah Akhlak dianggap penting dalam membentuk karakter peserta didik. hal ini sesuai dengan tujuan yang tercantum Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003.
Makalah ini disusun sebagai acuan dasar dan gambaran mengenai mata pelajaran Akidah Akhlak. Dalam makalah ini, dibahas mengenai pengertian Akidah Akhlak, hakikat dan tujuan Akidah Akhlak, serta karakteristik mata pelajaran Akidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah.


B.     Latar Belakang
Abad 20 merupakan abad perubahan besar-besaran dalam berbagai aspek. Bidang Pendidikan, sosial, budaya, dan teknologi diantaranya adalah beberapa aspek yang memberikan andil perubahan dalam hal ini. Pendidikan khususnya terkait bidang karakter sedang menjadi perbincangan yang hangat. Sebagaimana pepatah, ”Indonesia tidak kekurangan orang pintar, tapi kekurangan orang baik”. Inilah yang menjadi masalah kita bangsa Indonesia.
Pendidikan Agama Islam merupakan solusi yang tepat dalam mengarahkan peserta didik ke dalam suasana harmoni yang dicita-citakan bangsa Indonesia. Pendidikan Agama Islam (PAI) sebagai sarana proteksi dalam memilah dan menyeleksi masuknya budaya asing terutama di era modern ini. Namun sebagai mata pelajaran yang terintegrasi ke banyak bidang, pendidikan Akidah Akhlak merupakan satu-satunya mata pelajaran PAI yang cocok dalam mewadahi masalah karakter yang dibutuhkan Indonesia.

C.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian mata pelajaran Akidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah?
2.      Bagaimana hakikat dan tujuan  mata pelajaran Akidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah?
3.      Bagaimana karakteristik mata pelajaran Akidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah?

D.    Kerangka Teori
Akidah Akhlak merupakan mata pelajaran rumpun Pendidikan Agama Islam yang diajarkan di madrasah Ibtidaiyah. Secara bahasa pengertian Akidah Akhlak dijabarkan melalui dua kata, yakni akidah dan akhlak. Akidah secara umum membahas tentang ketauhidan seseorang dan pengakuan ketaqwaan seseorang terhadap Tuhannya. Sedangkan Akhlak dapat disimpulkan sebagai perilaku manusia yang berfungsi sebagai sarana berinteraksi sosial dengan sesamanya.
Adapun hakikat dan tujuan mata pelajaran Akidah Akhlak secara garis besar adalah sebagai pedoman tertulis dan penerapan dalam berperilaku sesuai ajaran Islam.
Karakteristik mata pelajaran Akidah Akhlak adalah penekanan pada pembiasaan Akhlaqul Karimah dan menjauhi segala sifat Akhlaqul Madzmumah.



PEMBAHASAN HASIL KAJIAN

  1. Pengertian Mata Pelajaran Akidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah
Mata pelajaran Akidah Akhlak merupakan salah satu dari empat mata pelajaran dalam rumpun Pendidikan Agama Islam. Ketiga mata pelajaran lain dalam rumpun tersebut yang diajarkan di Madrasah Ibtidaiyah adalah mata pelajaran Al-Qur’an Hadis, Fikih dan Sejarah Kebudayaan Islam. Keempat mata pelajaran tersebut termasuk dalam mata pelajaran yang ditetapkan oleh menteri Agama Republik Indonesia, Luqman Hakim Syaifudin dalam KEPMEN No. 117 tahun 2014.[1]
Akidah merupakan akar atau pokok agama. Syariah/fikih (ibadah, muamalah) dan akhlak bertitik tolak dari akidah, yakni sebagai manifestasi dan konsekuensi dari keimanan dan keyakinan hidup. Akidah membahas hubungan spesifik antara manusia dengan dirinya sendiri, dan manusia dengan Tuannya. Berbeda dengan akhlak yang merupakan aspek sikap hidup atau kepribadian hidup manusia. Akhlak mengatur hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan Tuhannya, dan manusia dengan sesamanya maupun dengan alam. Hal ini menjadi acuan manusia itu sendiri sebagai sikap hidup dan kepribadian manusia dalam mengorganisir dan mengatur jalan kehidupannya dalam berbagai bidang kehidupan yang meliputi beberapa aspek, diantaranya aspek pendidikan, sosial kemasyarakatan, politik, kekeluargaan, kebudayaan dan seni, ilmu pengetahuan dan teknologi, olahraga dan kesehatan, dan segala yang lainnya yang didasari oleh pondasi akidah yang kokoh.[2]
Akidah Akhlak berasal dari 2 kata, yaitu akidah dan akhlak. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata Akidah berarti kepercayaan dasar atau keyakinan pokok, sedangkan Akhlak berarti budi pekerti atau kelakuan. Sedangkan secara etimologi bahasa Arab, kata Aqidah berawal dari kata ‘aqada-yu’qidu-‘aqidatan yang berarti menghubungkan ujung sesuatu dengan ujung sesuatu yang lainnya sehingga menjadi suatu ikatan yang kuat dan sulit dibuka. Secara istilah Akidah Akhlak berarti suatu pembahasan menyangkut persoalan kepercayaan dasar dan budi pekerti manusia. Dr. Khalimi, dalam bukunya Pembelajaran Akidah Akhlak menyampaikan tentang pengertian Akidah Akhlak secara istilah yaitu pernyataan diri mengikatkan jiwa untuk mempercayai bahwa Allah saja yang berhak dipatuhi, diikuti, dengan melaksanakan segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya dengan berpedoman hidup kepada al-Qur’an dan sunah Rasul.[3]
Selanjutnya Syamduddin Yahya secara terminologi, akidah dimaknai sebagai pokok dasar dan amal sebagai cabang-cabangnya.[4] Sedangkan Thoha dkk mengungkapkan bahwa akidah yang berasal dari kata jamak aqoid bermakna kepercayaan, yakni hal-hal yang diyakini oleh orang-orang muslim. Orang Islam menetapkan kebenarannya sesuai tuntunan al-Qur’an dan hadis nabi Muhammad SAW. Mahrus menambahkan terminologi makna akidah sebagai pengikat, dan secara jamak dimaknai sebagai simpulan. Jadi secara sederhana makna akidah adalah sesuatu yang tersimpul dalam hati seseorang. Selanjutnya Ash-Shiddieqy menegaskan bahwa ‘aqidah adalah sesuatu yang dipegang teguh dan terhujam kuat di dalam lubuk dan tidak dapat beralih padanya. Pada jaman Rasulullah aqidah bukanlah sebuah disiplin ilmu, meski demikian tidak terjadi paham-paham perbedaan karena beliau akan secara langsung menerangkan. Kata “akidah” seiring perkembangan waktu sejenis dengan kata tauhid dan kalam. Begitu juga dalam kontes keilmuan, ilmu akidah sejajar dengan ilmu tauhid dan ilmu kalam.
Menurut cendekiawan Islam Harun Nasution, sesungguhnya agama Islam adalah akidah, yang sama dengan Tauhid yaitu sebagai ilmu yang membahas tentang cara-cara mengesakan Allah atau ushuluddin yaitu ilmu yang membahas soal dasar-dasar agama, atau ilmu kalam yang mempelajari firman Allah dalam al-Qur’an. Adapun maksud Akidah, yakni setiap perkara yang dibenarkan oleh jiwa dan dengan hati menjadi tentram serta menjadi keyakinan bagi pemeluknya, tidak ada keraguan dan kebimbangan bagi pemeluknya.[5]
Akidah dipahami sebagai ilmu yang membahas dan mempelajari tentang hal-hal yang berkaitan dengan keyakinan orang Islam tentang sifat-sifat dan kekuatan Allah swt. Mahrus mengungkapkan bahwa akidah atau tauhid adalah ilmu yang mengkaji persoalan tentang keesaan dan eksistensi Allah berikut unsur yang tercakup di dalamnya suatu kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa.[6]
Thoha, dkk mengungkapkan terkait makna kata kedua yakni akhlak bahwa kata akhlak berasal dari bahasa Arab, jamak khuluqun yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kata mufrodatnya (dasarnya) ialah ‘khuluq’ yang berarti al-sajiyah (perangai), ath-thabi’ah (tabiat), al-‘adat (kebiasaan, kelaziman) dan al-muru’ah (adab yang baik). Kata akhlak mengandung makna yang berseiringan dengan kata khalqun yang berarti kejadian. Kata itu juga berhubungan erat dengan kata Khaliq yang berarti pencipta. Demikian pula dengan kata makhluqun, yang artinya yang diciptakan. Kesimpulannya, perumusan pemaknaan kata akhlak dimaksudkan dengan hubungan yang timbul antara sang Pencipta (khaliq) degan makhluknya, atau makhluk dengan sesamanya. Oleh karenanya perbuatan manusia yang dianggap sebagai manifestasi akhlak yaitu jika:
1.      Perbuatan itu diulang beberapa kali dalam bentuk yang sama dan akhirnya menjadi sebuah kebiasaaan; dan
2.      Perbuatan-perbuatan itu dilakukan karena didorong oleh emosi-emosi jiwanya bukan karena tekanan dari luar.
Sehingga disimpulkan makna dari Akhlak yaitu kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena kebiasaan, tanpa memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu. Akhlak adalah perbuatan yang dengannya muncul secara tiba-tiba dan otomatis merespon kejadian secara natural.[7]
Selanjutnya, Aziz mengungkapkan pemaknaan akhlak adalah sebagai proyeksi hidup manusia dalam mencerminkan peranan sifat-sifat Allah sebagai ‘abdillah untuk mengemban amanah sang Khaliq atau memerankan sifat-sifat khaliq yang ada dalam diri setiap makhluk, yang dapat menciptakan segala sesuatu dari diri manusia.[8] Dengan demikian akhlak menjadi ciri khas pribadi seseorang secara otomatis yang muncul dari hati bukan dari dorongan apalagi paksaan.
Ibnu Qoyyim al-Jauziyah menyebutkan beberapa definisi akhlak di dalam bukunya Madarisus Saalikin antara lain akhlak yang baik adalah berderma, tidak menyakiti orang lain dan tangguh menghadapi penderitaan. Pendapat lain menyebutkan bahwa akhlak yang baik adalah berbuat kebaikan dan menahan diri dari keburukan. Ada lagi yang mengatakan, “membuang sifat-sifat yang hina dan menghiasinya dengan sifat-sifat mulia”. Selanjutnya, Imam Ibnu Qudamah menyebutkan bahwa akhlak merupakan ungkapan tentang kondisi jiwa, yang begitu mudah menghasilkan perbuatan tanpa membutuhan pemikiran dan pertimbangan, jika perbuatan itu baik maka disebut akhlak yang baik, dan jika ia buruk maka disebut akhlak yang buruk.
Sementara itu pendidikan Akidah Akhlak sebagai salah satu mata pelajaran di madrasah atau sekolah-sekolah yang menjadi salah satu jalan sebagai usaha sadar dan terencana untuk menyiapkan siswa didiknya dalam memahami ajaran Islam terutama aspek akidah (tauhid) dan akhlak, terampil melakukan ajaran Islam, dan melakukan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari sehingga mencerminkan ajaran Islam yang Rahmatan lil ‘alamin.

  1. Hakikat dan Tujuan  Mata Pelajaran Akidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah
Mata pelajaran Akidah Akhlak atau bisa disebut pendidikan Akidah Akhlak merupakan pendidikan yang bertujuan untuk menghantarkan peserta didiknya dalam memahami dan kedepannya mampu mengamalkan ajaran dalam mengesakan Tuhan (tauhid) dan ketrampilan dalam berperilaku (akhlak). Ketrampilan tersebut diharapkan mampu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai tameng dalam bersosialisasi dengan masyarakat sehingga menjadi pedoman dalam berkehidupan sesuai ajaran Islam yang Rahmatan lil ‘alamin.[9]
Keberhasilan pendidikan Akidah Akhlak tidak hanya ditinjau dari kesiapan siswa dan guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Keberhasilan yang dimaksud selain itu adalah adanya keterpaduan pembelajaran agama dari segi tujuan pembelajaran, keterpaduan materi, dan keterpaduan proses. Berikut dijabarkan tentang makna keterpaduan dalam mata pelajaran Akidah Akhlak sebagai mata pelajaran dalam Pendidikan Agama Islam sebagai berikut:
1.      Keterpaduan Tujuan adalah pencapaian tujuan pembelajaran Akidah Akhlak sesuai tujuan pendidikan. Dalam hal ini pihak yang bertanggungjawab dalam mewujudkannya adalah semua pemangku kepentingan pendidikan (stakeholders), yaitu pemerintah, kepala sekolah, guru, wali murid, dan masyarakat.
2.      Keterpaduan Materi ialah bahwa materi dalam pendidikan Akidah Akhlak memiliki keterkaitan dengan mata pelajaran yang lain. Pengikat tujuan keterpaduan adalah kesamaan dalam tujuan pendidikan, diantaranya beriman dan bertaqwa.
3.      Keterpaduan Proses adalah keselarasan kegiatan belajar mengajar dengan tujuan pembelajaran. Pendidikan Agama Islam khususnya mata pelajaran Akidah Akhlak sangat menekankan tujuan pembelajaran agar siswa memiliki jiwa yang beriman dan bertaqwa.
Hakikat mata pelajaran Akidah Akhlak adalah salah satunya sebagai upaya realisasi tujuan pendidikan nasional. Dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab, serta berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara.
Akidah Akhlak diharapkan mampu menjaga jiwa-jiwa mulia generasi muda Indonesia dalam bertindak dan berperilaku sehingga kedepannya akan mudah dalam merealisasikan apa yang menjadi tujuan nasional pendidikan.
Kualitas sumber daya manusia merupakan sasaran pendidikan yang nantinya akan menjadi transfer ilmu selanjutnya terhadap generasi mendatang. Para pendidik, merupakan bagian dari teladan hidup yang melukiskan cerminan individu mencaku aspek gaya hidup, kepercayaan, kesadaran beragama dan harapan, penuh nilai dan motivasi, pemikiran, perasaan, budi pekerti, persepsi, tabiat, watak, dan sikap akan menghadirkan energi positif di masyarakat. Proses kepribadian tersebut tetap diperlukan dalam rangka membentuk sikap perilaku anak didik yang mencakup watak, sifat fisik, kognitif, emosi, sosial dan rohani seseorang. 3 ciri sifat dan keribadian agama yang mesti ditanamkan kepada anak didik adalah:[10]
1.      Sifat Ruhaniah dan Akidah, mencakup:
a.       Keimanan yang kokoh terhadap Allah yang Maha Esa,
b.      Keyakinan yang kuat dalam memahami dan mengamalkan ajaran Islam, dan
c.       Keperayaan terhadap rukun Iman (keimanan).
2.      Sifat-Sifat Akhlak
a.       Benar, jujur, menepati janji, dan amanah. Empat sifat ini merupakan sifat yang diajarkan nabi Muhammad, dan juga sebagai sifat yang wajib dimiliki oleh para nabi dan rasul,
b.      Ikhlas dalam perkataan dan perbuatan,
c.       Tawadhu’, sabar, tabah, dan arif,
d.      Rendah hati, pemaaf dan toleransi,
e.       Bersikap ramah, pemurah, zuhud, dan berani bertindak.
3.      Sifat mental, kejiwaan dan jasmani, meliputi:
a.       Sikap Mental meliputi:
1)      Cerdas, pintar, menguasai spesialisasi,
2)      Mencintai bidang yang aqliah, fasih, dan bijak,
3)      Mengenali ciri, watak, dan kecenderungan masyarakat.
b.      Sifat Kejiwaan,
1)      Emosi terkendali, optimis hidup, tawakkal,
2)      Percaya diri dan mempunyai kemampuan yang kuat,
3)      Lemah lembut, baik dalam pergaulan dengan masyarakat,
c.       Sifat Fisik
1)      Mencakup sehat tubuh,
2)      Pembawaan menarik, bersih,
3)      Rapi, dan menyejukkan.
Pembahasan mata pelajaran Akidah Akhlak juga menerangkan tentang sikap pendidik agar berkelakuan yang baik, penyabar, disiplin dan adil dalam menerapkan aturan/ tata tertib. Seorang pendidik yang baik, dapat mewujudan delapan tanggungjawab dalam kehidupannya:
1.      Tanggungjawab terhadap Allah, dengan keyakinan iman dan ibadah yang istiqomah, beramal sholeh dengan khusyuk dalam mencapai derajat taqwa dan mengagungkan syiar Islam dengan perilaku beradat dan beradab.
2.      Tanggungjawab terhadap Diri Sendiri, yakni mengupayakan keselamatan diri sendiri baik aspek fisik, emosional, mental, maupun moral, bersih dan mampu berkhidmah kepada Allah, masyarakat dan negara.
3.      Tanggungjawab terhadap Ilmu, menguasai ilmu secara mendalam dan menelusuri dimensi spiritualitas Islam dalam berbagai lapangan ilmu pengetahuan untuk tujuan kemanusiaan dan kesejahteraan umat manusia.
4.      Tanggungjawab terhadap Profesi, tidak bertingkah menghilangkan kepercayaan orang ramai dan dapat memelihara maruah dengan amanah.
5.      Tanggungjawab terhadap Negara, mengutamakan kesejahteraan anak bangsa dan mengfungsikan lembaga-lembaga pendidikan formal dan non formal dengan ikhlas.
6.      Tanggungjawab terhadap Umat, menghindari perpecahan dan berusaha sepenuh hati mengedepankan kebersamaan sosial karena Allah.
7.      Tanggungjawab terhadap Masyarakat dan Negara, tidak mengabaikan kepentingan masyarakat atau negara dan selalu menjaga ajaran-ajaran Allah dan Rasulnya.
8.      Tanggungjawab terhadap Rumah Tangga dan Ibu Bapak, dengan menghormati tanggungjawab utama ibu bapak dengan mewujudkan hubungan harmonis dan kerjasama yang erat diantara institusi pendidikan dengan rumah tangga.
Pendidikan Akidah Akhlak merupakan pengintegrasian pembelajaran akhlak dan tauhid dalam kehidupan peserta didik. Pemetaan pelaksanaannya harus mensinergikan kekuatan dilapangan pendidikan dengan kesepakatan-kesepakatan pelaksanaan. Pengukuran kualitas pengajaran Akidah Akhlak dapat dilihat dari segi ketrampilan dalam menampilkan dan mengekspresikan materi dalam kehidupan sehari-hari. Maksudnya peserta didik dapat dibuktikan sikap dan sifatnya secara nyata sesuai yang diajarkan dalam pembelajaran.
Mengingat pentingnya pengajaran pendidikan tersebut, Akidah Akhlak memiliki beberapa tujuan dalam pembelajarannya, yaitu:
1.      Tahu, Mengetahui (knowing). Dalam hal ini guru/ pendidik bertugas untuk memberikan pemahaman atau pengetahuan kepada peserta didik tentang suatu konsep. Cara yang paling mudah dalam mengajarkan konsep aqidah ataupun akhlak manusia adalah dengan menyampaikan kisah-kisah tokoh teladan, seperti sejarah Rasulullah SAW sebagai suri tauladannya umat manusia. Guru memberikan beberapa contoh kisah yang berkaitan dengan konsep akidah dan akhlak manusia secara mendalam sehingga dapat diresapi dan dipahami oleh peserta didik. setelah diberikan konsep, guru perlu mengukur kemampuan peserta didik dalam memahaminya dengan teknik dan cara tertentu, misal dengan memberikan soal tertulis maupun dengan pengisian kuisioner akhlak.
2.      Terampil melaksanakan atau mengerjakan yang ia ketahui itu (doing). Dalam hal Akidah Akhlak peserta didik juga perlu mempelajarinya secara nyata dengan melihat realitas kehidupan sekarang. Hal semacam ini bertujuan untuk memberikan benteng pertahanan dan bahan dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya kejadian menyimpang sehingga peserta didik mampu menanganinya. Misal dengan berbekal pengetahuan nyata tentang akhlak seseorang yang baik dan kehidupannya dimudahkan Allah, maka ia akan dengan mudah mencontoh apa yang dia amati.
3.      Melaksanakan yang ia ketahui itu. Konsep pendidikan Akidah Akhlak yang telah ditanamkan, hendaknya dilaksanakan secara kontinue dan perlahan. Dalam hal ini guru perlu memantau perkembangan peserta didik dengan mengajak diskusi bersama atau sekedar pemantauan tindakan dalam kelas.
Selain itu beberapa tujuan pendidikan Akidah Akhlak menurut hasil pembelajarannya, berdasarkan Standar Kompetensi kelompok Mata Pelajaran untuk satuan pendidikan mata pelajaran Akidah Akhlak SD/MI/SDLB/Paket A maka tujuan pembelajaran Akidah Akhlak adalah:
1.      Siswa mampu menjalankan ajaran agama yang dianut sesuai tahap perkembangannya,
2.      Siswa mampu menunjukkan sikap jujur dan adil,
3.      Siswa mampu mengenal keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial-ekonomi dilingkungan sekitarnya,
4.      Siswa mampu berkomunikasi secara santun yang mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai mahkluk Tuhan,
5.      Siswa mampu menunjukkan kebiasaan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang sesuai dengan tuntunan agamanya,
6.      Siswa mampu menunjukkan kecintaan dan kepedulian terhadap sesama manusia dan lingkungan sebagai mahkluk ciptaan Tuhan.[11]
Djasuri menambahkan bahwa tujuan pembelajaran Akidah Akhlak adalah agar setiap siswa dapat memahami dengan baik antara baik dan buruknya suatu perbuatan dan mampu mengamalkannya sesuai ajaran Islam dan dapat berakhlak sesuai yang ada dalam ajaran. Secara operasional, tujuan pembelajaran yang diungkapkan Djasuri dapat dijabarkan sebagai berikut: pertama, menumbuhkan kebiasaan berakhlak mulia dan beradat kebiasaan yang baik; kedua, memantabkan rasa keagamaan pada siswa dengan membiasakan diri berpegang pada akhlak mulia dan menjauhi akhlak yang buruk; ketiga, membiasakan siswa pada kebiasaan sikap rela, optimis, percaya diri, menguasai emosi, tahan menderita dan sabar; keempat, membiasakan siswa bersikap sehat untuk membantu berinteraksi sosial dengan baik, mencintai kebaikan orang lain, suka menolong, sayang kepada yang lemah dan menghargai orang lain; kelima, membiasakan siswa bersopan santun dalam berbicara dan bergaul baik di sekolah maupun di luar sekolah; dan keenam, selalu tekun beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah dan bermuamalah yang baik.
Secara subtansial, dalam PERMENAG No. 912 tahun 2013, mata pelajaran Akidah Akhlak memiliki tujuan sebagai berikut:
1.      Menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, dan penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang akidah Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah SWT;
2.      Mewujudkan manusia Indonesia yang berakhlak mulia dan menghindari akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kehidupan individu maupun sosial sebagai manifestasi sebagai ajaran dan nilai-nilai akidah Islam.[12]

  1. Karakteristik Mata Pelajaran Akidah Akhlak Di Madrasah Ibtidaiyah
Dalam Permenag No. 912 tahun 2013, Akidak Akhlak merupakan salah satu mata pelajaran yang memiliki karakteristik tentang penekanan pada kemampuan seseorang dalam memahami keimanan dan keyakinan Islam sehingga memiliki keyakinan yang kokoh dan mampu mempertahankan  keyakinan keimanannya serta menghayati dan mengamalkan nilai-nilai al-Asma al-Husna. Akhlak menekankan pada pembiasaan untuk menerapkan dan menghiasi diri dengan akhlak terpuji (mahmudah) dan menjauhi serta menghindari diri dari akhlak tercela (madzmumah) dalam kehidupan sehari-hari.
Karakteristik lain untuk mata pelajaran Pendidikan Agama Islam termasuk Akidah Akhlak menurut Nasih dan Kolidah ada 6, yaitu:
1.      PAI mempunyai dua sisi kandungan, yakni sisi keyakinan yang merupakan wahyu ilahi dan sunah Rasul. Hal ini berkaitan dengan segala sesuatu yang berada diluar jangkauan akal budi manusia untuk memahami dan mengetahui hakikat kehidupan manusia. Sisi kedua yakni berkaitan dengan pengetahuan yang berisikan hal-hal yang dapat diinderakan dan dinalar oleh jangkauan otak manusia.sisi pertama penekanan pada kehidupan akhirat, dan penekanan sisi kedua pada kehidupan duniawi.
2.      PAI bersifat doktrinal, sentral, dan tidak memihak. Ia mengikuti garis-garis yang jelas dan pasti, tidiak dapat ditolak maupun ditawar. Ada keharusan untuk berpegang pada ajaran yang selama hayat dikandung badan. Bahkan manusia tidak hanya diberi jaminan kebahagiaan jika berbuat kebaikan, malinkan diancam apabila manusia mengingkari ajaran dan melanggarnya.
3.      PAI merupakan pembentuk akhlak yang menekankan pada pembentukan hati nurani dan penanaman sifat-sifat ilahiyah yang jelas dan pasti. Penanaman akhlak tidak sebatas hubungan manusia dengan sesamanya, tapi juga diatur tentang hubungan manusia dengan Tuhannya, dan hubungan manusia dengan lingkungan dan alamnya.
4.      PAI bersifat fungsional dan sepanjang hayat. Semakin bertambah umur, maka orang semakin merasa perlu dan butuh terhadap agamanya. Hal ini karena kehidupan masa manusia yang terbatas. Semakin seseorang dekat dengan ajalnya, maka semakin tinggi kebutuhannya terhadap agama.
5.      PAI diarahkan sebagai bekal untuk menyempurnakan keagamaan siswa yang telah ditanam sejak dari rumah. Akhlak seorang anak sudah terbentuk sejak dia berada dilingkungan utamanya, yaitu keluarga. Setelah dibawa ke sekolah, tentu akhlak setiap peserta didik berbeda-beda. Hal ini yang perlu menjadi perhatian oleh guru terlebih apabila ada siswa yang memiliki akhlak yang kurang baik dan berakibat menularkan atau memberi contoh terhadap eman yang lain. Guru sebgai pengendali akhlak dan sikap siswa dilingkungan sekolah harus pandai dalam mengorganisir dan mengarahkan anak didiknya agar berakhlakul karimah.
6.      PAI tidak dapat diberikan secara parsial melainkan secara komprehensif dan holistik pada setiap level pendidikan disesuaikan dengan tingkat berpikir. Hal ini terkait dengan sifat pengajaran agama yang berfungsi sebagai tuntunan hidup, maka ia harus mampu memenuhi kebutuhan siswa untuk dapat menjalani kehidupan agamanya dengan baik.
Dalam lampiran peraturan Menteri Agama No. 8 tahun 2008 tentang standar isi dan standar kompetensi lulusan Pendidikan Agama Islam (PAI) dan bahasa arab di Madrasah Ibtidaiyah bahwa Pendidikan Agama Islam di madrasah Ibtidaiyah terdiri atas empat mata pelajaran yaitu al-Qur’an Hadis, Akidah Akhlak, Fikih dan Sejarah Kebudayaan Islam, memiliki karakter sendiri-sendiri.
Mata pelajaran Akidah Akhlak memiliki karakter dari dua sisi, pertama aspek akidah menekankan pada kemampuan memahami dan mempertahankan keyakinan atau keimanan yang benar serta menghayati dan mengamalkan al-asma’ al-husna. Kedua, Aspek akhlak menekankan pada pembiasaan untuk melaksanakan akhlak terpuji dan menjauhi akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari.



[1] Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 117 tahun 2014 adalah tentang Implementasi Kurikulum 2013 di Madrasah.
[2] Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia nomor 912 tahun  2013 tentang Kurikulum Madrasah 213 tentang kurikulum Madrasah 2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab.
[3] Dr. Khalimi, Pembelajaran Akidah dan Akhlak, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2009), hlm. 51
[4] Andi Prastowo, Pembelajaran Konstruktivis-Scientific untuk Pendidikan Agama di Sekolah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015), hlm. 155
[5] Dr. Khalimi, Pembelajaran Akidah dan Akhlak, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2009), hlm. 123
[6] Mahrus, Akidah (Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, 2009), hlm.5
[7] Andi Prastowo, Pembelajaran Konstruktivis-Scientific untuk Pendidikan Agama di Sekolah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015), hlm. 157
[8] Hamka Abdul Aziz, Pendidikan Karakter Berpusat pada Hati (Jakarta Selatan, Al-Mawardi Prima, 2011), hlm. 204
[9] Dr. Khalimi, Pembelajaran Akidah dan Akhlak, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2009), hlm. 51
[10] Dr. Khalimi, Pembelajaran Akidah dan Akhlak, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2009), hlm. 53
[11] Andi Prastowo, Pembelajaran Konstruktivis-Scientific untuk Pendidikan Agama di Sekolah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015), hlm. 159
[12] Peraturan Kementerian Agama RI No. 912 tahun 2013 tentang Kurikulum Madrasah 2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab 

1 komentar: